img_head
ARTIKEL

SURAT TUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Jan27

Konten : artikel hukum
Telah dibaca : 28.181 Kali


SURAT TUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh : Dr. H. Taqwaddin, S.H., S.E., M.S.

Hakim Tinggi Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi

 

Perbedaan esensial antara surat dakwaan dan surat tuntutan adalah surat dakwaan dibacakan oleh penuntut umum pada awal persidangan. Sedangkan surat tuntutan dibacakan oleh penuntut umum setelah proses pemeriksaan persidangan, yang berisikan ketentuan pidana yang dilanggar dan tuntutan hukuman terhadap tersangka.

Surat dakwaan, dibuat oleh penuntut umum setelah ia menerima berkas perkara dan hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik. Dalam hal ia berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (Pasal 140 jo Pasal 139 KUHAP). Surat dakwaan tersebut kemudian dilimpahkan kepada pengadilan, bersamaan dengan perkaranya. Surat dakwaan ini dibacakan pada saat permulaan sidang (Pasal 155 ayat (2) KUHAP), atas permintaan dari hakim ketua sidang.

Sedangkan surat tuntutan, diajukan oleh penuntut umum setelah pemeriksaan di sidang pengadilan dinyatakan selesai (Pasal 182 ayat (1) KUHAP), termasuk pemeriksaan saksi-saksi, ahli, dan terdakwa. Jadi, surat tuntutan dibacakan setelah proses pembuktian di persidangan pidana selesai dilakukan. Surat tuntutan ini sendiri berisikan tuntutan pidana.

Dalam praktik persidangan perkara tindak pidana korupsi, sebelum tuntutan dibacakan maka penuntut umum menyampaikan secara naratif dan argumentatif unsur-unsur dari dakwaan yang diajukan kepada terdakwa, baik unsur dari dakwaan primair maupun unsur dakwaan subsidair.

Surat Tuntutan (requisitor) adalah surat yang memuat pembuktian surat dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan terdakwa disertai dengan tuntutan pidana, baik hukuman penjara, denda, maupun uang pengganti.  

Contoh surat tuntutan pidana dalam perkara korupsi :

  1. Menyatakan terdakwa …………. terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP;
  2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ………………. dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa penahanan yang dijalani;
  3. Membebani terdakwa .…………. membayar denda sebesar Rp. 300.0000.000,- (tiga ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan;
  4. Menyatakan barang bukti nomor 1 (satu) sampai dengan nomor 117 (seratus tujuh belas) dipergunakan dalam berkas perkara lainnya;
  5. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

Supaya surat tuntutan tidak mudah untuk disanggah oleh terdakwa/penasehat hukumnya, maka surat tuntutan harus dibuat dengan lengkap dan benar. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Surat Tuntutan :

  1. Surat Tuntutan harus disusun secara sistematis.
  2. Harus menggunakan susunan tata bahasa indonesia yang baik dan benar.
  3. Isi dan maksud dari surat tuntutan harus jelas dan mudah dimengerti.
  4. Apabila menggunakan teori hukum harus menyebut sumbernya.

 

Menyusun Surat Tuntutan

Dalam KUHAP tidak ada satu pasalpun yang mengatur tentang bentuk dan susunan surat tuntutan. Bentuk dan susunan surat tuntutan dari masa ke masa selalu berkembang di dalam praktek peradilan. Lazimnya sistematika dari surat tuntutan pidana adalah sebagai berikut :

 

1.       Pendahuluan

Sebagai bangsa timur dan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa, segala hasil apapun bentuknya yang kita peroleh semua itu berkat dan ridlo dari Allah Yang Maha Esa. Maka sudah sepantasnya apabila dalam pendahuluan pertama-tama memuji syukur atas dapat diselesaikannya sidang yang penuh resiko sehingga sampai dibacakan tuntutan pidana. Disamping itu tidak salah apabila terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang terkait yang mendukung kelancaran jalannya sidang sampai selesai.

 

2.      Identitas Terdakwa

Identitas terdakwa harus ditulis dengan jelas, lengkap sesuai dengan yang diatur dalam pasal 143 ayat (2) a KUHAP dengan urutan sebagai berikut:

  • Nama lengkap
  • Tempat lahir
  • Umur dan tanggal lahir
  • Jenis kelamin
  • Kebangsaan
  • Tempat tinggal
  • Agama dan pekerjaan

Dalam menulis identitas harus cermat sesuai dengan identitas yang ditulis dalam dakwaan, penulisan harus benar dan tidak boleh keliru, apabila terdapat kesalahan, meskipun tidak akan dibatalkan oleh hakim, akan memberikan kesempatan kepada terdakwa/kuasa hukumnya sebagai alasan dalam mengajukan pembelaannya.

 

3.      Surat dakwaan

Dalam surat tuntutan, surat dakwaan juga ditulis kembali secara lengkap dengan maksud sebagai dasar untuk menilai pembuktian yang didapat dalam sidang pengadian apakah sesuai dengan perbuatan materiil dan memenuhi unsur delik yang terdapat dalam surat dakwaan. Surat dakwaan juga diperlukan berhubung setiap bentuk surat dakwaan membutuhkan cara pembuktian yang berbeda-beda.

 

4.      Hasil pembuktian

Hasil dari pembuktian adalah merupakan keseluruhan fakta yang terungkap di dalam proses persidangan, baik yang berasal dari keterangan saksi, ahli, terdakwa sendiri maupun alat-alat bukti yang lain yang berdasarkan undang-undang. Hasil pembuktian tersebut dituliskan ke dalam surat tuntutan, tentunya hanya pada fakta-fakta yang relevan sedangkan yang tidak relevan dan tidak penting tidak perlu dituliskan.

 

5.      Barang bukti

Barang bukti adalah benda sitaan yang oleh penyidik telah diserahkan kepada penuntut umum untuk diajukan ke muka persidangan dalam usaha pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Apabila dalam proses persidangan terdapat barang bukti, maka barang bukti juga harus disebutkan/dituliskan dalam surat tuntutan digunakan untuk menguatkan pembuktian. Barang bukti yang dimaksud harus ada hubungannya dengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa.

 

6.      Analisa Fakta

Analisis Fakta meliputi :

  • Kompilasi fakta-fakta yang didapat dari dalam persidangan yang ada hubungannya dengan perbuatan materiil yang didakwakan dan sesuai dengan unsur tindak pidana yang didakwakan.
  • Mengaitkan fakta-fakta antara alat bukti yang satu dengan yang lainnya sehingga tergambar tindak pidana yang didakwakan.
  • Mengaitkan fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti dengan barang bukti yang dapat menguatkan pembuktian.
  • Analisis fakta adalah dipergunakan untuk menyiapkan waktu menguraikan unsur yuridis.
  • Persesuaian antara keterangan alat bukti saksi adalah merupakan kunci berhasilnya pembuktian, sebab walaupun ada beberapa orang saksi tetapi kalau tidak ada persesuaian satu sama lain bukan merupakan alat bukti yang berarti sesuai dengan Putusan MA No. 18 K/Kr/1977 tanggal 17 April 1977.

 

7.      Analisa Hukum

Analisis hukum dibuat berdasarkan analisis fakta dari hasil pembuktian yang terungkap di pengadilan, di dalam surat dakwaan atas suatu tindak pidana sudah tercantum perbuatan materil yang mengandung unsur delik, unsur dan perbuatan materil mana harus dibuktikan dengan keterangan dari alat bukti di dalam sidang pengadilan.

Tidak semua peraturan perundangan secara harfiah dapat diterapkan atas suatu perbuatan. Undang-undang perlu ditafsirkan untuk diterapkan pada suatu perbuatan yang beraneka ragam, yang sering tidak ada bandingannya dalam undang-undang. Dengan demikian, penuntut umum dalam menyusun analisis hukum atas suatu perbuatan harus mengikuti perkembangan hukum dan kemajuan teknologi sehingga tidak dimungkinkan satu kejahatan pun yang lepas dari jangkauan aturan hukum.

 

8.      Pembuktian Surat Dakwaan

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa surat tuntutan adalah memuat pembuktian dari surat dakwaan. Maksud dari pembuktian surat dakwaan adalah membuktikan atas dakwaan penuntut umum. Jadi, dalam membuktikan surat dakwaan harus menyesuaikan dengan bentuk dari surat dakwaan penuntut umum.

 

9.      Tuntutan Pidana

Apabila analisis hukum sudah dibuat dan semua unsur delik yang didakwakan dapat dibuktikan sesuai dengan perbuatan materiil yang dilakukan terdakwa berdasarkan fakta-fakta dari hasil pembuktian di dalam sidang, baru penuntut umum menuntut terdakwa. Berat atau ringannya tuntutan tergantung kualifikasi tindak pidana yang dilakukan.

Suatu tindak pidana diancam dengan pidana berat apabila mengandung unsur melawan hukum yang memberatkan pidana, dimana dalam pasal tersebut sudah ditentukan bentuk dan cara melakukan perbuatan serta jenis barang yang menjadi obyek tindak pidana sehingga dinilai memberatkan, maka perlu ancaman pidana yang lebih berat dari tindak pidana yang biasa.

Dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana, penuntut umum juga harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan juga hal-hal yang memberatkan. Oleh karena itu perlu disampaikan/dituliskan dalam surat tuntutan tentang hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Misalnya :

Hal-hal yang memberatkan.

  • Perbuatan terdakwa menimbulkan banyak kerugian baik materiil maupun imateriil bagi negara/daerah
  • Banyaknya kerugian uang negara
  • Terdakwa sudah pernah dihukum (dalam kasus yang sama/tidak)
  • Selalu bersikap arogan sehingga menghambat persidangan
  • Dan lain-lain

 

Hal-hal yang meringankan.

  • Terdakwa belum pernah dihukum
  • Sebagai penopang hidup keluarganya
  • Sopan dalam persidangan, dan lain-lain
  • Dan lain-lain

 

Setelah diuraikan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan saksi-saksi, ahli, dan keterangan terdakwa, serta hasil pemeriksaan terhadap  surat-surat dan petunjuk yang  dihubungkan dengan barang bukti lainnya, maka tibalah saatnya untuk membuktikan unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Dikarenakan dakwaan disusun secara subsidaritas misalnya, yaitu :

  • Dakwaan Primair: Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dan
  • Dakwaan Subsidair : Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,

Terhadap dakwaan di atas, maka dakwaan primair harus dibuktikan terlebih dahulu. Jika Dakwaan Primair terbukti, maka Dakwaan Subsidair tidak perlu dipertimbangkan lagi dan jika dakwaan primair tidak terbukti, baru dakwaan subsidair dibuktikan.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan saksi-saksi, ahli, surat dan keterangan Terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, maka Jaksa Penuntut Umum akan membuktikan terlebih dahulu dakwaan Primair melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, yang berbunyi, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Merujuk pada Pasal 2 di atas maka unsur-unsur yang perlu dibuktikan adalah sebagai berikut :

  1. Setiap orang;
  2. Secara melawan hukum;
  3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
  4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
  5. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan;

Uraian narasi unsur-unsur di atas dikemukakan oleh jaksa penuntut umum secara naratif dengan argumentasi yang meyakinkan disertai berbagai literasi dan referensi. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan majelis hakim bahwa dakwaan dan tuntutan mereka telah tepat dan benar.

Kapan terjadinya perbuatan pidana yang didakwakan perlu ditulis secara tepat dan benar. Kepentingan menulis tanggal, bulan, dan tahun kejadian ini terkait dengan berakhirnya masa atau kadaluwarsa penuntutan.