DALUWARSA PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh : Dr. H. Taqwaddin, S.H., S.E., M.S
Daluwarsa adalah habisnya batas waktu yang menjadi gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan sebuah tindak pidana.
Ketentuan mengenai daluwarsa penuntutan diatur dalam Pasal 78 KUHP sampai dengan Pasal 80 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu sebagai berikut:
Dalam Pasal 78 ayat (1) KUHP diatur kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa, yaitu :
- Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, sesudah satu tahun.
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun.
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun.
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
Dalam Pasal 79 KUHP ditentukan bahwa tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut :
- mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesuadah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan;
- mengenai kejahatan dalam Pasal-Pasal 328 (penculikan), Pasal 329 (trafiking), 330 (penculikan anak) dan Pasal 333 (merampas kemerdekaan orang), tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia.
- mengenai pelanggaran dalam Pasal 556 sampai dengan Pasal 558a (pelanggaran jabatan pejabat catatan sipil), tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindah ke kantor tersebut.
Sedangkan dalam Pasal 80 ditentukan bahwa :
- Tiap-tiap tindakan penuntut menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.
- Sesudah dihentikan, dimulai tenggang daluwarsa baru.
Kadaluwarsa Tuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi
Bagaimana dengan kadaluwarsa tuntutan perkara tindak pidana korupsi?.
Mengacu dari ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jontho Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, jontho Pasal 603KUHP sampai dengan Pasal 606 KUHP Nasional, yang jika kita cermati ketentuan di dalam pasal-pasalnya dimana penjara paling singkat adalah 1 (satu) tahun dan paling lama pidana penjara seumur hidup (Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999) dan bahkan untuk perbuatan korupsi dalam keadaan tertentu, dapat dijatuhkan pidana mati (Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999), maka secara implisit kadaluwarsa tuntutan untuk perkara korupsi bisa bervariasi antara sesudah enam tahun hingga sesudah delapan belas tahun.
Menurut saya, jika merujuk pada Pasal 78 ayat (2) dan ayat (4) KUHP dan dikaitkan dengan ancaman pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi, maka sepantasnya kadaluwarsa untuk tindak pidana korupsi adalah sesudah 18 (delapan belas) tahun.
Alasan Daluwarsa Penuntutan
Mengapa dalam hukum pidana dikenal daluwarsa penuntutan? Jika pelaku baru ditemukan setelah masa daluwarsa berakhir, bagaimana hukum melindungi korban?
Terhadap pertanyaan tersebut, Prof Topo Santoso, mengemukakan tiga alasan adanya daluwarsa penuntutan dalam Hukum Pidana, yaitu :
- Dengan berlalunya waktu yang agak lama, ingatan akan kejadian yang ada telah hilang, sehingga kemungkinan pembuktiannya menjadi rumit bahkan kemungkinan alat bukti dan barang-barang bukti telah lenyap.
- Semakin kaburnya kebutuhan untuk terus menerus mengejar/menuntut tersangka karena telah terlalu lamanya berlalu kejadian/delik itu dan ingatan manusia terhadapnya juga semakin menipis.
- Semakin sukarnya menemukan alat pembuktian terhadap delik.
Masalahnya adalah bagaimana jika pelaku tindak pidana baru ditemukan setelah masa daluwarsa berakhir. Dalam hal ini pelaku kejahatan tersebut tidak dapat lagi dituntut ke hadapan pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya yang dilakukan pada masa lalu.
Terhadap hal di atas tentu akan dirasakan adanya ketidakadilan bagi korban. Karenanya, perlu diatur demi tercapainya kepastian hukum dalam proses penuntutan. Lagi pula daluwarsanya penuntutan, tentu sekaligus juga berakhirnya upaya praperadilan terhadap penghentian penuntutan tersebut. Ini karena dalam hal daluwarsa penuntutan bukan dihentikan, tetapi berakhir demi hukum.
Bagi tersangka sendiri, tidaklah mudah juga untuk menjalani hidup dan melarikan diri selama bertahun-tahun dengan perasaan takut tertangkap. Sehingga hal ini bisa pula dianggap sebagai hukuman dan penderitaan tersendiri bagi tersangka selama dalam masa pelariannya.
Masalah berikutnya, apakah ketentuan-ketentuan yang mengatur daluwarsa penuntutan dapat juga dipahami meliputi berakhirnya status tersangka atau status terdakwa dari seseorang pelaku kejahatan pidana ?