MENGENAL BUKU KESATU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Oleh
AINAL MARDHIAH, S.H., M.H.
I. PENDAHULUAN
Undang RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) disahkan pada tanggal 6 Desember tahun 2022. Dalam Penjelasan Atas Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) menyatakan bahwa penyusunan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menggantikan Wetboek van Strafrecht atau yang disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimna ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah .Penggantian tersebut merupakan salah satu usaha dalam rangka pembangunan hukum nasional. Usaha tersebut dilakukan secara terarah, terpadu dan terencana sehingga dapat mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang sesuai denga tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
Ada 4 ( empat) misi dalam pembaharuan KUHP ini yaitu :
(1) misi “dekolonialisasi” KUHP dalam bentuk rekodifikasi”,
(2) misi ”demokratisasi hukum pidana,
(3). Misi” konsolidasi hukum pidana” karena sejak kemerdekaan, perundang-undangan hukum pidana mengalami perkembangan pesat, baik di dalam maupun diluar KUHP dengan berbagai kekhasannya, sehingga perlu ditata kembali dalam kerangka asas-asas hukum pidana yang diatur dalam Buku I Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
(4) misi adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai perkembangan di bidang ilmu hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai , standar, dan norma yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia internasional.
Ke-empat misi tersebut diletakan dalam kerangka politik hukum dengan melakukan penyusunan Undang-Undang KUHP yang baru dalam kodifikasi dan unifikasi yang dimaksudkan untuk menciptakan dan menegakan konsistensi, keadilan, kebenaran, ketertiban, kemanfaatan dan kepastian hukum dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, kepentingan individu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wakil Menteri Hukum &HAM, Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan ada paradigma baru dalam hukum pidana yang tertuang dalam KUHP Nasional ini, dimana KUHP Baru mengubah cara berfikir atau mindset masyarakat. Contoh konkritnya mengubah paradigma hukum pidana klasik, hukum dianggap sebagai sarana balas dendam. Jadi kalau kita menjadi korban kejahatan, apakah itu pencurian, penipuan, penggelapan atauapapun maka yang ada dalam benak kita sebagai korban agar polisi secepat mungkin menangkap, menahan, dan menghukum pelaku seberat-beratnya. Artinya kita masih berpegang pada hukum pidana klasik yang mengedepankan hukum pidana sebagai sarana balas dendam.Paradigma hukum pidana modern, sudah tidak lagi berpegang teguh pada keadilan retributif atau keadilan pembalasan. Hukum Pidana modern berorientasi pada keadilan korektif yang ditujukan kepada pelaku, keadilan restoratif yang ditujukan kepada korban dan keadilan rehabilitatif yang ditujukan kepada keadilan korban dan pelaku.
KUHP juga memberikan kewenangan luas kepada Hakim dalam menjatuhkan putusannya dengan mempedomani 11 standar pemidanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 54 yaitu:
(1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:
a. Bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana;
b. Motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana;
c. Sikap batin pelaku Tindak Pidana;
d. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atai tidak direncanakan;
e. Cara melakukan Tindak Pidana;
f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukanTindak Pidana;
g. Riwayat hidup, keadaaan sosial, dan keadaan ekonomi pelaku Tindak Pidana:
h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana;
i. Pengaruh Tindak Pidana terhadap korban atau keluarga korban;
j. Pemaaafan dari korban dan/ atau keluarga korban; dan/atau
k. Nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
(2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengam mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Dalam Penjelasan Pasal 54 disebutkan bahwa ketentuan ini membuat pedoman pemidanaan yang sangat membantu hakim dalam mempertimbangkan takaran atau berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan. Dengan mempertimbangkan hal-hal yang dirinci dalam pedoman tersebutdiharapkan pidana yang dijatuhkan bersifat proporsional dan dapat dipahami baik oleh masyarakat maupun terpidana. Rincian dalam ketentuan ini tidak bersifat limitatif, artinya hakim dapat menambahkan pertimbangan lain selain yang tercantum pada ayat (1).
Ketentuan pad ayat (2) Pasal 54 KUHP ini dikenal dengan asas rechterlijke pardon yang memberi kewenangan kepada hakim untuk memberi maaf pada seseorang yang bersalah melakukan Tindak Pidana yang sifatnya ringan. Pemberian maaf ini dicantumka dalam putusan hakim dan tetap harus dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak Pidana yang didakwakan kepadanya.
Berdasarkan Pasal 54 jelaslah apabila ada pemaafan, Hakim dalam putusannya cukup menyatakan terdakwa bersalah, namun tidak diikuti dengan pemidanaan. Terdakwa harus benar benar menyesali perbuatannya, terdakwa melakukan perbuatan dimaksud dalam situasi dan kondisi yang tidak bisa dihindari dampak yang diakibatkan perbuatan pidana dimaksud tidak besar.
Jelaslah tujuan penegakan hukum tidak saja untuk mewujudkan kepastian hukum tetapi juga keadilan yang bermanfaat. Bahwa Pasal 53 KUHP menegaskan apabila dalam menegakan hukum dan keadilan terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan maka wajib mengutamakan keadilan.
II. PEMBAHASAN
KUHP Baru ini terdiri dari 2 ( dua) buku yaitu Buku Kesatu ( Pasal 1 s/d pasal 187) dan Buku Kedua dari Pasal 188 s/d Pasal 612);
Ad.1. Buku Kesatu:
1. Terdiri dari aturan umum sebagai pedoman penerapan Buku Kedua serta Undang_undang di luar UU ini, Peraturan Daerah, Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali ditentukan lain menurut UU sehingga Buku Kesatu menjadi dasar bagi UU di luar UU ini. Pengertian istilah yang diatur dalam Bab V juga berlaku bagi UU yang bersifat lex specialis . substansi dalam buku kesatu tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana, tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana, pemidanaan, pidana, diversi, dan tindakan, juga tujuan dan pedoman pemidanaan, faktor yang memperingan /memperberat pidana,perbarengan, gugurnya kewenangan penuntutan dan pelaksanaan pidana, pengertian istilan dan aturan penutup.
2. Perbedaan antara Wetboek van Strafrecht dan KUHP Baru ini adalah pada filosofi yang mendasarinya, dimana sebelumnya pemikiran aliran klasif yang mendasarinya yang memusatkan perhatian hukum pidana pada perbuatan atau tindak pidana. KUHP Baru mendasari pemikiran pada neo-klasik yang menjaga keseimbangan antara faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin). Yang berkembang sejak abad ke 19 yang tidak hanya memusatkan pikiran pada perbuatan atau tindak pidana yang terjadi, tetapi juga terhadap aspek individual pelaku tindak pidana. Selain itu juga perkembangan ilmu pengetahuan tentang victimology( korban kejahatan) yang berkembang setelah Perang Dunia II, yang menaruh perhatian besar pada perlakuan yang adil terhadap korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan.Falsafah daa-dader strafrecht dan victimology akan mempengaruhi perumusan perbuatan yang bersifat melawan hukum, pertanggung jawaban pidana atau kesalahan, dan sanksi yang dapat dijatuhkan dan asas hukum pidana yang mendasarinya.
3. Terdapat adanya pengaturan yang menjaga keseimbangan antara unsur atau faktor objektif dan unsur atau faktor subjektif sebagai karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi mewarnai UU ini. Hal tersebut tercermin dalam pengaturan tentang tujuan pemidanaan, syarat pemidanaan, pasangan sanksi berupa pidana dan tindakan, pengembangan alternatif pidana perampasan kemerdekaaan jngka pendek, pedoman atau aturan pemidanaan, pidana mati yang merupakan pidana yng bersifat khusus dan selalu dialternatifkan dengan penjara seunur hidup atau paling lama 20 ( dua puluh ) tahun serta pengaturan batas minumum umur, pertanggung jawaban pidana, dan tindakan bagi anak.
4. KUHP baru tidak mengenal lagi perbedaan antara tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, keduanya menggunakan istilah tindak pidana. Alasan bahwa secara konseptual perbedaan antara kejahatan sebagai rechtdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict tidak dapat dipertahankan lagi karena dalam perkembangannya tidak sedikit rechtdelict dikualifikasikan pelanggaran dan begitu sebaliknya. Selain itu karena dalam kenyataannya persoalan berat ringannya kulaitas dan dampak kejahatan dan pelanggaran relatif.
KUHP Baru ini mengakui adanta tindak pidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya dikenal sebagai tindak pidana adat untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Sebab dalam kenyataannya di beberapa daerah masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum di daerah yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atauhukum itu patut dipidana. Hakim dalam putusannya dapat menetapkan sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat setempat yang harus dilaksanakan pelaku tindak pidana.
Dari ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat tertentu. Keadaaan seperti itu tidak akan menggoyahkan jaminan terhadap pelaksanaan asas legalitas dan larangan analogi yang dianut Undang-undang ini;
5. Subyek Hukumpidana tidak bisa dibatasi hanya pada manusia secara alamiah tetapi juga mencakup pula Korporasi, yaitu kumpulan terorganisasi dari orang dan/ atau kekayaan, baik badan hukum maupun tidak. Hal ini sesuai dengan era globalisasi, kemajuan di bidang keuangan, ekonomi dan perdagangan serta berkembangnya Tindak Pidana yang terorganisasi, baik yang bersifat domestik maupun internasional.
Dengan dianutnya Korporasi sebagai subyek hukum pidana artinya korporasi , baik sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana. Disamping itu, juga masih dimungkinkan pertanggung jawaban pidana dipikul bersama oleh korporasi dan pengurusnya yang memiliki kedudukan fungsional dalam korporasi atau penggurusnya saja yang dapat dipertanggung jawabkan.Sanksi terhadap korporasi dapat berupa pidana, tetapi dapat pula berpa tindakan.Kesalaham korporasi didentifikasikan dari kesalahan pengurus yang memilki kedudukan fungsional ( mempunyai kewenangan untuk mewakili korporasi, mengambil keputusan atas nama korporasi, dan menerapkan pengawasan terhadap korporasi) yang melakukan tindak pidana dengan mengguntungkan korporasi, baik sebagai pelaku, sebagai pembantu tindak pidana dalam lingkup usaha atau pekerjaaan korporasi tersebut, termasuk pengendali korporasi, pemberi perintah, dan penerima manfaaat.
6. Selain asas tiada pidana tanpa kesalahan sebagai salah satu asas utama dalam hukum pidana, dalam hal terentu sebagai pengecualian dimungkinkan penerapan asas pertanggung jawaban mutlak (strict liability) yang mana pelaku telah dapat dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur tindak pidana perbuatan pelaku, dan asas pertanggung jawaban pengganti (vicarious liability) dimana tanggung jawab pidana seseorang diperluas sampai pada tindakan bawahannya yang melakukan pekerjaan atau perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya.
7. Jenis pidana dalam KUHP baru ini berupa pidana pokok terdiri dari : pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda dan pidana kerja sosial , pidana tambahan dan pidana yang bersifat khusus ( pidana mati). Urutan jenis pidana pokok tersebut menentukan berat ringannya pidana. Hakim dapat memilih jenis pidan ayang akan dijatuhkan diantara kelima jenis pidana tersebut. Pidana pengawasan, pidana denda dan pidana kerja sosial sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek yang dpat dijatuhkan oleh hakim sebab dengn pidana tersebut terpidna dapat dibantu untuk membebaskan diri dari rasa bersalah, masyarkat juga dapat berperan serta dan berinteraksi secara aktif membantu terpidana dalam menjalankan kehidupan sosialnya secara wajar dengan melakukan hal yang bermanfaat. Sedangkan pidana tutupan, pengawasan dan kerja sosial merupkan cara pelaksaan pidana sebagai alternatif pidana penjara.
Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri, tidak termasuk dalam urutan jenis pidana pokok karena jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.
8. Dalam pemidanaan dianut sistem dua jalur (double track system), disamping jenis pidana tersebut UU ini mengatur ula jenis tindakan. Hakim dapat mengenakan tindakan kepada mereka yang melakukan tindak pidana, tetapi tidak atau kurang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya yang disebabkan pelaku menyandang disabilitas dan/ atau disabilitas intelektual. Disamping dijatuhi pidana dalam hal tertentu, terpidanaa juda dapat dikenai tindakan dengan maksud untuk memberi perlindungan kepada masyarakat dan mewujudkan tata tertib sosial.
9. Pidana minumum khusus dapat diancamkan berdasarkan pertimbangan:
a. Menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok bagi tindak pidana yang sama atau kurang lebih sama kualitasnya,
b. Lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya bagi tindak pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat
c. Jika dalam keadaaan tertenu maksimum pidana dapat diperberat, dapat dipertimbangkan pula bahwa minumum pidana untuk tindak pidana tertentu dapat diperberat.
10. Jenis Pidana Denda dalam UU ini dirumuskan dengan menggunakansistem katagori agar dalam perumusan tindak pidana tidak perlu disebutkan suatu jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk katagori denda yang sudah ditentukan dalam Buku Kesatu. Dasar pemikirannya bahwa pidana denda merupakan jenis pidana yang relatif sering berubah nilainya karena perkembangan nilai mata uang akibat situasi perekonomian dan jika terjadi perubahan nilai mata uang, sistem katagori akan mudah dilakukan perubahan dan penyesuaian.
11. Dalam UU ini diatur tentang Diversi dan jenis tindakan serta pidana bagi anak, untuk kepentingan terbaik bagi anak berkaitan UUSPPA dan implementasi dari meratifikasi konvensi Internasional tentang Hak-Hak Anak.
KESIMPULAN
Buku Kesatu KUHP Baru telah secara menyeluruh mengakomodir pembaharuan dari Hukum Pidana Modern, mengikuti kemajuan di era globalisasi dengan tidak meninggalkan kearifan lokal sesuai rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat tertentu